Yamamah adalah sebuah daerah yang
terletak di kota Riyadh, Arab Saudi pada saat ini. Dahulu, distrik yang dihuni
oleh kabilah Bani Hanifah ini menjadi zona konflik munculnya gerakan nabi
palsu. Sindikat kejahatan ini dipelopori oleh Abu Tsumamah Musailamah bin Habib
yang bergelar Rahmanul Yamamah (Maha Pengasih dari Yamamah).
Nabi palsu itu senantiasa menerima
bisikan - bisikan dari setan yang membantunya. Dialah yang telah memotong-motong
tiap bagian tubuh utusan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang bernama
Habib bin Zaidradhiyallaahu ‘anhu hingga meninggal. Lelaki bengis tersebut
lebih dikenal dengan Musailamah Al-Kadzdzab (Si Pendusta).
Perang Yamamah merupakan ajang
pertumpahan darah yang begitu terkenal. Pelbagai kisah kepahlawanan yang
membuat detak jantung bergetar hebat mewarnai ranah pertempuran ini.
Konfrontasi historis melawan ideologi sesat tersebut berlangsung pada tahun 12
H, di masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu.
Latar Belakang Peperangan
Mendung kesedihan menyelimuti kota
Madinah dengan wafatnya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sang
kekasih. Isak tangis sayup-sayup terdengar dari balik dinding rumah kaum
muslimin. Sebuah kepedihan yang tak bisa dinilai dengan sesuatu apapun.
Situasi semakin bergejolak disaat
kemunafikan menunjukkan taringnya dan suku-suku pedalaman Arab menjadi murtad.
Bahkan kekuatan negara kafir siap menyerang. Sebuah polemik besar dalam suatu
negara.
Seusai penobatan Abu Bakar
radhiyallaahu ‘anhu sebagai khalifah, beliau langsung melanjutkan ekspansi
militer pimpinan Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhuma ke negeri Syam yang
sempat tertunda. Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu sendiri memimpin pengerahan
pasukan di Madinah untuk menyerbu basis-basis pertahanan suku pedalaman yang
murtad. Akhirnya banyak dari kaum murtad menelan kekalahan.
Setelah berlalu 40 hari, pasukan
Usamah tiba dengan membawa kemenangan. Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu kembali
mengangkat senjata berniat untuk memimpin penyerbuan. Namun, para sahabat
senior menyarankan agar beliau kembali ke Madinah. Setelah menggelar rapat
konsolidasi, beliau pun melantik sebelas komandan yang bertugas menjalankan
operasi taktis penumpasan kaum murtad subversif dan mafia nabi palsu.
Persiapan Pasukan Islam
Para perwira senior tersebut dengan
integritas tinggi memobilisasi pasukannya menuju tiap-tiap target sasaran yang
ditentukan. Mereka merangsek maju dengan membawa surat ultimatum atas kaum
murtad, memperingatkan dengan tegas untuk kembali ke jalan Islam. Apabila
seruan ini diabaikan, akan dihabisi nyawanya.
Salah satu target operasi yang
menjadi skala prioritas adalah Musailamah Al-Kadzdzab, si nabi palsu. Agresi
militer kembali meletus. Atmosfer bumi Yamamah masih kurang bersahabat, dimana
satuan tugas yang dipimpin Ikrimah bin Abu Jahalradhiyallaahu ‘anhu dan
Syarahbil bin Hasanah radhiyallaahu ‘anhu gagal menjalankan operasi taktis.
Eksistensi Bani Hanifah masih di atas angin karena diperkuat jumlah personil
yang sangat banyak.
Fenomena tragis ini membuat Abu
Bakarradhiyallaahu ‘anhu mengirim pasukan elit di bawah komando panglima Khalid
bin Al-Walid radhiyallaahu ‘anhu yang bergelar Pedang Allah. Dengan memakai
baju besi yang mulai berkarat karena banyak terkena semburan darah, beliau
membawahi para sahabat senior dari divisi Muhajirin dan Anshar. Lengkaplah
jumlah pasukan Islam menjadi 11.000 prajurit.
Garda depan dipimpin oleh Syarahbil
bin Hasanah radhiyallaahu ‘anhu, sayap kanan di bawah komando Abu
Hudzaifahradhiyallaahu ‘anhu, sayap kiri diatur oleh Zaid bin Al-Khatthab
radhiyallaahu ‘anhu, dan resimen berkuda dipimpin oleh Usamah bin Zaid
radhiyallaahu ‘anhuma. Demikian pula ditentukan para komandan bagi pasukan
perintis, satuan sniper, badan intelijen, serta pemegang panji perang.
Abu Bakar radhiyallaahu
‘anhumengomentari korps perwira tersebut, “Demi Allah, aku akan perangi mereka
dengan para pejuang militan yang mencintai kematian sebagaimana musuh mencintai
kehidupan.”
Jalannya Pertempuran
Perlahan,
armada Islam mulai bertolak meninggalkan markas besarnya menuju teritorial
Yamamah. Para mujahidin segera membangun kamp pertahanan di wilayah perbatasan.
Sebelumnya, 40 serdadu dari resimen berkuda musuh melakukan penyusupan di malam
hari. Namun misi rahasia ini dapat digagalkan oleh tim perintis gabungan. Para
serdadu musuh selanjutnya dibunuh kecuali Mujja’ah pimpinan mereka, karena dia
ahli strategi perang.
Di sisi lain, Musailamah berhasil
menggugah fanatisme kesukuan Bani Hanifah. Musuh mempersiapkan bala tentara
sebanyak 100.000 serdadu. Sayap kanan dipimpin Muhakkim bin At-Thufail, adapun
sayap kiri diatur oleh Ar-Rajjal. Aliansi bersenjata yang sarat dengan
keangkuhan.
Di saat kedua armada perang saling
berhadapan, Musailamah berkata di depan pasukannya, “Hari ini adalah hari
penentuan. Jika kalian tumbang, maka istri kalian akan dinikahi dan ditawan
oleh mereka. Karenanya, bertempurlah untuk mempertahankan harga diri dan wanita
kalian!”
Genderang perang mulai ditabuh dan
pertempuran tak terelakkan lagi. Masing-masing kubu saling menyerang dengan
artilerinya. Gurun pasir yang gersang menjadi saksi atas perhelatan besar ini.
Musuh dengan armada besarnya menyerbu secara membabi-buta. Namun para prajurit
Islam begitu gigih menangkis serangan sporadis ini.
Berkobarnya Api Pertempuran
Pertempuran di bumi Yamamah mulai
berkecamuk. Hanya ada dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Banyak korban
berjatuhan dari kedua kubu. Disaat itulah pasukan Islam terpukul mundur hingga
musuh berhasil memasuki tenda Khalid t. Musuh hampir membunuh istri beliau,
namun dapat dicegah oleh Mujja’ah. Konon, Ar-Rajjal tewas pada peristiwa itu.
Kedua kubu bercampur-baur antara
satu dengan lainnya hingga beberapa kali. Situasi semakin mencekam. Pada saat
itu begitu nampak kepahlawanan para prajurit Islam. Mereka saling mewasiatkan
agar gigih dalam berperang. Disadari, hidup di dunia hanyalah sementara. Mereka
menyeru, “Wahai para penghafal surat Al-Baqarah, hari ini kekuatan sihir akan
hancur!”
Tsabit bin Qais radhiyallaahu ‘anhu
segera mengenakan kain kafan dengan wewangian, lalu membenamkan kedua kakinya
ke tanah hingga sampai betisnya, dan tetap tegar tak bergeming mengibarkan
panji Anshar hingga akhirnya terbunuh.
Khalid radhiyallaahu ‘anhu sendiri
maju menyerang dan menantang perang tanding di tengah barisan. Setiap kali ada
jagoan yang berani maju, pasti akan dipenggal lehernya. Bersamaan dengan itu,
beliau melakukan transposisi pasukan untuk memperbesar daya tempur dengan
memisah-misahkan divisi Muhajirin, Anshar, dan kabilah lainnya. Pemetaan
kekuatan telah dilakukan.
Keadaan berbalik dikala formasi
menjadi solid. Saatnya membalas serangan musuh. Para mujahidin dengan kekuatan
penuh terus maju ‘membombardir’ barikade musuh. Musuh seakan-akan menjadi
sasaran tembak. Suara dentingan terdengar dimana-mana. Saat itulah, Muhakkim
tewas terbunuh terkena anak panah runcing tepat di lehernya. Musuh terdesak dan
masuk ke dalam kebun yang bertembok bagian luarnya, lalu mengunci pintunya dari
dalam. Pengepungan pun langsung dilakukan.
Selanjutnya, Al-Barra’ bin
Malikradhiyallaahu ‘anhu meminta untuk dilemparkan ke arah kebun itu. Milisi
militan Islam menaruhnya diatas tameng besi lalu dilempar bersama-sama ke dalam
kebun. Lantas beliau bertempur bagai hulu ledak eksplosif hingga berhasil
membuka pintunya. Beliau mendapat 80 luka serius dalam peperangan ini. Sebuah
profil petarung sejati.
Tak mau kalah, mujahidah bernama
Nusaibah bintu Ka’ab radhiyallaahu ‘anha‒ibunda Habib yang dibunuh Musailamah‒
bertempur dengan keberanian, hingga terputus tangannya, menderita 12 luka
akibat tebasan pedang dan hunjaman tombak. Akhirnya para pejuang diiringi
pekikan takbir berhasil memasuki kebun, sambil menebas leher-leher musuh dengan
leluasa.
Musailamah saat itu tengah berdiri
dengan pedang terhunus di sudut pagar. Dengan segera Wahsyi bin Harb
radhiyallaahu ‘anhu melemparkan tombak kecilnya, menghunjam tepat di dadanya
langsung tembus ke belakang. Secepat kilat Abu Dujanah radhiyallaahu
‘anhumengayunkan pedangnya hingga Musailamah jatuh terjerembab ke tanah. Nabi
palsu ini tewas pada usia 150 tahun.
Akhirnya musuh mengalami kekalahan
telak dan bertekuk lutut. Jumlah pasukan musuh yang terbunuh pada perang ini
sebanyak 10.000 serdadu. Adapun jumlah pasukan Islam yang gugur sebanyak 600
tentara, diantaranya adalah 70 penghafal Al-Qur’an dari kalangan sahabat
Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah subhaanahu wa ta’aalaa
meridhai mereka.
Jumlah pasukan kafir yang dibunuh di
dalam banteng dan di medan perang mendekati angka 10.000 korban, dan ada yang
mengatakan 21.000. Sedangkan jumlah pasukan Islam yang meninggal berjumlah 600
orang, dan ada yang mengatakan 500 orang dan ada yang mengatakan 1200 orang.
Wallahu a’lam.
Baca Juga : Muhammad Al - Fatih: Biografi, Karakter, Penaklukan, Peradaban, dan Wafatnya
Akhir dari Pertempuran (Kematian Musailamah )
Di malam hari, kaum muslimin
mengubur jenazah para pejuang. Adapun mayat Musailamah, mereka lempar ke dasar
sumur yang dia minum darinya. Abu Bakarradhiyallaahu ‘anhu sendiri sujud syukur
dikala mendengar kabar tewasnya Musailamah. Keesokan hari, Khalid
menginstruksikan untuk bersiap diri mengepung dan menyerbu benteng musuh.
Hanya saja beliau berhasil dikelabui
Mujja’ah dengan menyatakan bahwa benteng itu dipenuhi oleh para prajurit, lalu
menyarankan untuk mengikat perdamaian. Khalid melihat seluruh sisi atas benteng
dipenuhi manusia yang memakai baju besi dengan menyandang senjata yang tengah
mengintip. Di sisi lain, beliau mendapati pasukan Islam didera keletihan.
Akhirnya beliau memilih untuk
berdamai. Gencatan senjata diberlakukan. Setelahnya para pejuang Islam
mendapati benteng tersebut hanya dihuni oleh para wanita, orang tua renta, dan
anak-anak. Walhasil, Khalid radhiyallaahu ‘anhu mengajak mereka untuk masuk Islam.
Ternyata seluruhnya menerima tawaran itu dan mau kembali ke jalan yang benar.
Setelah itu Khalid radhiyallaahu
‘anhumengembalikan sebagian tawanan dan harta rampasan perang kepada mereka.
Dalam perang ini Ali bin Abi Thalibradhiyallaahu ‘anhu mempersunting seorang
wanita yang cantik jelita, yang nantinya memiliki putra yang terkenal dengan
sebutan Muhammad bin Al-Hanafiyyah rahimahullaah.
Lembaran sejarah turut membuktikan
bahwa merekalah para mujahidin sejati. Keimanan yang menghiasi sanubari membawa
seorang mukmin meraih kebaikan tiada terhingga. Menelusuri keseharian dengan
berupaya menggali ilmu agama. Bila tiba saatnya, terjun bertarung bak terjangan
badai gurun. Pasalnya, yang dituntut bukan hanya sekedar ucapan, namun aplikasi
dalam bentuk amalan. Inilah makna yang terkandung dari sebuah perjuangan.
Itulah sebuah artikel mengenai Perang Yamamah : Latar Belakang Pertempuran, Berkobarnya Api Pertempuran, dan Kematian Musailamah Al - Kadzdzah (Nabi Palsu), semoga bisa menambah wawasan
ilmu baru lagi dan mohon maaf jika ada kesalahan kata
TERIMAH KASIH TELAH MEMBACA