Tampilkan postingan dengan label Artikel Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Juli 2020

Perang Yamamah : Latar Belakang Pertempuran, Berkobarnya Api Pertempuran, dan Kematian Musailamah Al - Kadzdzah (Nabi Palsu)

          

Perang Yamamah

          Yamamah adalah sebuah daerah yang terletak di kota Riyadh, Arab Saudi pada saat ini. Dahulu, distrik yang dihuni oleh kabilah Bani Hanifah ini menjadi zona konflik munculnya gerakan nabi palsu. Sindikat kejahatan ini dipelopori oleh Abu Tsumamah Musailamah bin Habib yang bergelar Rahmanul Yamamah (Maha Pengasih dari Yamamah).

            Nabi palsu itu senantiasa menerima bisikan - bisikan dari setan yang membantunya. Dialah yang telah memotong-motong tiap bagian tubuh utusan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Habib bin Zaidradhiyallaahu ‘anhu hingga meninggal. Lelaki bengis tersebut lebih dikenal dengan Musailamah Al-Kadzdzab (Si Pendusta).

            Perang Yamamah merupakan ajang pertumpahan darah yang begitu terkenal. Pelbagai kisah kepahlawanan yang membuat detak jantung bergetar hebat mewarnai ranah pertempuran ini. Konfrontasi historis melawan ideologi sesat tersebut berlangsung pada tahun 12 H, di masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu.

 

Baca Juga : Sa'ad bin Abi Waqqas : Awal Masuk Islam, Penyebar Islam Di Tiongkok, 3 Ashabun Nuzul, Keahlian Memanah, dan Pembebas Persia


Latar Belakang Peperangan‎

Perang Yamamah

            Mendung kesedihan menyelimuti kota Madinah dengan wafatnya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sang kekasih. Isak tangis sayup-sayup terdengar dari balik dinding rumah kaum muslimin. Sebuah kepedihan yang tak bisa dinilai dengan sesuatu apapun.

            Situasi semakin bergejolak disaat kemunafikan menunjukkan taringnya dan suku-suku pedalaman Arab menjadi murtad. Bahkan kekuatan negara kafir siap menyerang. Sebuah polemik besar dalam suatu negara.

            Seusai penobatan Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu sebagai khalifah, beliau langsung melanjutkan ekspansi militer pimpinan Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhuma ke negeri Syam yang sempat tertunda. Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu sendiri memimpin pengerahan pasukan di Madinah untuk menyerbu basis-basis pertahanan suku pedalaman yang murtad. Akhirnya banyak dari kaum murtad menelan kekalahan.

            Setelah berlalu 40 hari, pasukan Usamah tiba dengan membawa kemenangan. Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu kembali mengangkat senjata berniat untuk memimpin penyerbuan. Namun, para sahabat senior menyarankan agar beliau kembali ke Madinah. Setelah menggelar rapat konsolidasi, beliau pun melantik sebelas komandan yang bertugas menjalankan operasi taktis penumpasan kaum murtad subversif dan mafia nabi palsu.

 

Persiapan Pasukan Islam

Perang Yamamah

            Para perwira senior tersebut dengan integritas tinggi memobilisasi pasukannya menuju tiap-tiap target sasaran yang ditentukan. Mereka merangsek maju dengan membawa surat ultimatum atas kaum murtad, memperingatkan dengan tegas untuk kembali ke jalan Islam. Apabila seruan ini diabaikan, akan dihabisi nyawanya.

            Salah satu target operasi yang menjadi skala prioritas adalah Musailamah Al-Kadzdzab, si nabi palsu. Agresi militer kembali meletus. Atmosfer bumi Yamamah masih kurang bersahabat, dimana satuan tugas yang dipimpin Ikrimah bin Abu Jahalradhiyallaahu ‘anhu dan Syarahbil bin Hasanah radhiyallaahu ‘anhu gagal menjalankan operasi taktis. Eksistensi Bani Hanifah masih di atas angin karena diperkuat jumlah personil yang sangat banyak.

            Fenomena tragis ini membuat Abu Bakarradhiyallaahu ‘anhu mengirim pasukan elit di bawah komando panglima Khalid bin Al-Walid radhiyallaahu ‘anhu yang bergelar Pedang Allah. Dengan memakai baju besi yang mulai berkarat karena banyak terkena semburan darah, beliau membawahi para sahabat senior dari divisi Muhajirin dan Anshar. Lengkaplah jumlah pasukan Islam menjadi 11.000 prajurit.

            Garda depan dipimpin oleh Syarahbil bin Hasanah radhiyallaahu ‘anhu, sayap kanan di bawah komando Abu Hudzaifahradhiyallaahu ‘anhu, sayap kiri diatur oleh Zaid bin Al-Khatthab radhiyallaahu ‘anhu, dan resimen berkuda dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhuma. Demikian pula ditentukan para komandan bagi pasukan perintis, satuan sniper, badan intelijen, serta pemegang panji perang.

            Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhumengomentari korps perwira tersebut, “Demi Allah, aku akan perangi mereka dengan para pejuang militan yang mencintai kematian sebagaimana musuh mencintai kehidupan.”‎

 

Baca Juga : Salahuddin Al - Ayyubitentang Biografi, Pengepungan Yerusalem, Kepahlawanan dan Kebijaksanaan,Kematian


Jalannya Pertempuran

Perang Yamamah

              Perlahan, armada Islam mulai bertolak meninggalkan markas besarnya menuju teritorial Yamamah. Para mujahidin segera membangun kamp pertahanan di wilayah perbatasan. Sebelumnya, 40 serdadu dari resimen berkuda musuh melakukan penyusupan di malam hari. Namun misi rahasia ini dapat digagalkan oleh tim perintis gabungan. Para serdadu musuh selanjutnya dibunuh kecuali Mujja’ah pimpinan mereka, karena dia ahli strategi perang.

            Di sisi lain, Musailamah berhasil menggugah fanatisme kesukuan Bani Hanifah. Musuh mempersiapkan bala tentara sebanyak 100.000 serdadu. Sayap kanan dipimpin Muhakkim bin At-Thufail, adapun sayap kiri diatur oleh Ar-Rajjal. Aliansi bersenjata yang sarat dengan keangkuhan.

            Di saat kedua armada perang saling berhadapan, Musailamah berkata di depan pasukannya, “Hari ini adalah hari penentuan. Jika kalian tumbang, maka istri kalian akan dinikahi dan ditawan oleh mereka. Karenanya, bertempurlah untuk mempertahankan harga diri dan wanita kalian!”

            Genderang perang mulai ditabuh dan pertempuran tak terelakkan lagi. Masing-masing kubu saling menyerang dengan artilerinya. Gurun pasir yang gersang menjadi saksi atas perhelatan besar ini. Musuh dengan armada besarnya menyerbu secara membabi-buta. Namun para prajurit Islam begitu gigih menangkis serangan sporadis ini.‎

 

Berkobarnya Api Pertempuran

Perang Yamamah

            Pertempuran di bumi Yamamah mulai berkecamuk. Hanya ada dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Banyak korban berjatuhan dari kedua kubu. Disaat itulah pasukan Islam terpukul mundur hingga musuh berhasil memasuki tenda Khalid t. Musuh hampir membunuh istri beliau, namun dapat dicegah oleh Mujja’ah. Konon, Ar-Rajjal tewas pada peristiwa itu.

            Kedua kubu bercampur-baur antara satu dengan lainnya hingga beberapa kali. Situasi semakin mencekam. Pada saat itu begitu nampak kepahlawanan para prajurit Islam. Mereka saling mewasiatkan agar gigih dalam berperang. Disadari, hidup di dunia hanyalah sementara. Mereka menyeru, “Wahai para penghafal surat Al-Baqarah, hari ini kekuatan sihir akan hancur!”

            Tsabit bin Qais radhiyallaahu ‘anhu segera mengenakan kain kafan dengan wewangian, lalu membenamkan kedua kakinya ke tanah hingga sampai betisnya, dan tetap tegar tak bergeming mengibarkan panji Anshar hingga akhirnya terbunuh.

            Khalid radhiyallaahu ‘anhu sendiri maju menyerang dan menantang perang tanding di tengah barisan. Setiap kali ada jagoan yang berani maju, pasti akan dipenggal lehernya. Bersamaan dengan itu, beliau melakukan transposisi pasukan untuk memperbesar daya tempur dengan memisah-misahkan divisi Muhajirin, Anshar, dan kabilah lainnya. Pemetaan kekuatan telah dilakukan.

            Keadaan berbalik dikala formasi menjadi solid. Saatnya membalas serangan musuh. Para mujahidin dengan kekuatan penuh terus maju ‘membombardir’ barikade musuh. Musuh seakan-akan menjadi sasaran tembak. Suara dentingan terdengar dimana-mana. Saat itulah, Muhakkim tewas terbunuh terkena anak panah runcing tepat di lehernya. Musuh terdesak dan masuk ke dalam kebun yang bertembok bagian luarnya, lalu mengunci pintunya dari dalam. Pengepungan pun langsung dilakukan.

            Selanjutnya, Al-Barra’ bin Malikradhiyallaahu ‘anhu meminta untuk dilemparkan ke arah kebun itu. Milisi militan Islam menaruhnya diatas tameng besi lalu dilempar bersama-sama ke dalam kebun. Lantas beliau bertempur bagai hulu ledak eksplosif hingga berhasil membuka pintunya. Beliau mendapat 80 luka serius dalam peperangan ini. Sebuah profil petarung sejati.

            Tak mau kalah, mujahidah bernama Nusaibah bintu Ka’ab radhiyallaahu ‘anha‒ibunda Habib yang dibunuh Musailamah‒ bertempur dengan keberanian, hingga terputus tangannya, menderita 12 luka akibat tebasan pedang dan hunjaman tombak. Akhirnya para pejuang diiringi pekikan takbir berhasil memasuki kebun, sambil menebas leher-leher musuh dengan leluasa.

Perang Yamamah

            Musailamah saat itu tengah berdiri dengan pedang terhunus di sudut pagar. Dengan segera Wahsyi bin Harb radhiyallaahu ‘anhu melemparkan tombak kecilnya, menghunjam tepat di dadanya langsung tembus ke belakang. Secepat kilat Abu Dujanah radhiyallaahu ‘anhumengayunkan pedangnya hingga Musailamah jatuh terjerembab ke tanah. Nabi palsu ini tewas pada usia 150 tahun.

            Akhirnya musuh mengalami kekalahan telak dan bertekuk lutut. Jumlah pasukan musuh yang terbunuh pada perang ini sebanyak 10.000 serdadu. Adapun jumlah pasukan Islam yang gugur sebanyak 600 tentara, diantaranya adalah 70 penghafal Al-Qur’an dari kalangan sahabat Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah subhaanahu wa ta’aalaa meridhai mereka.

            Jumlah pasukan kafir yang dibunuh di dalam banteng dan di medan perang mendekati angka 10.000 korban, dan ada yang mengatakan 21.000. Sedangkan jumlah pasukan Islam yang meninggal berjumlah 600 orang, dan ada yang mengatakan 500 orang dan ada yang mengatakan 1200 orang. Wallahu a’lam.

 

Baca Juga : Muhammad Al - Fatih: Biografi, Karakter, Penaklukan, Peradaban, dan Wafatnya


Akhir dari Pertempuran (Kematian Musailamah )

Perang Yamamah

            Di malam hari, kaum muslimin mengubur jenazah para pejuang. Adapun mayat Musailamah, mereka lempar ke dasar sumur yang dia minum darinya. Abu Bakarradhiyallaahu ‘anhu sendiri sujud syukur dikala mendengar kabar tewasnya Musailamah. Keesokan hari, Khalid menginstruksikan untuk bersiap diri mengepung dan menyerbu benteng musuh.

            Hanya saja beliau berhasil dikelabui Mujja’ah dengan menyatakan bahwa benteng itu dipenuhi oleh para prajurit, lalu menyarankan untuk mengikat perdamaian. Khalid melihat seluruh sisi atas benteng dipenuhi manusia yang memakai baju besi dengan menyandang senjata yang tengah mengintip. Di sisi lain, beliau mendapati pasukan Islam didera keletihan.

            Akhirnya beliau memilih untuk berdamai. Gencatan senjata diberlakukan. Setelahnya para pejuang Islam mendapati benteng tersebut hanya dihuni oleh para wanita, orang tua renta, dan anak-anak. Walhasil, Khalid radhiyallaahu ‘anhu mengajak mereka untuk masuk Islam. Ternyata seluruhnya menerima tawaran itu dan mau kembali ke jalan yang benar.

            Setelah itu Khalid radhiyallaahu ‘anhumengembalikan sebagian tawanan dan harta rampasan perang kepada mereka. Dalam perang ini Ali bin Abi Thalibradhiyallaahu ‘anhu mempersunting seorang wanita yang cantik jelita, yang nantinya memiliki putra yang terkenal dengan sebutan Muhammad bin Al-Hanafiyyah rahimahullaah.

            Lembaran sejarah turut membuktikan bahwa merekalah para mujahidin sejati. Keimanan yang menghiasi sanubari membawa seorang mukmin meraih kebaikan tiada terhingga. Menelusuri keseharian dengan berupaya menggali ilmu agama. Bila tiba saatnya, terjun bertarung bak terjangan badai gurun. Pasalnya, yang dituntut bukan hanya sekedar ucapan, namun aplikasi dalam bentuk amalan. Inilah makna yang terkandung dari sebuah perjuangan.

 

Itulah sebuah artikel mengenai Perang Yamamah : Latar Belakang Pertempuran, Berkobarnya Api Pertempuran, dan Kematian Musailamah Al - Kadzdzah (Nabi Palsu), semoga bisa menambah wawasan ilmu baru lagi dan mohon maaf jika ada kesalahan kata

 

TERIMAH KASIH TELAH MEMBACA


Minggu, 12 Juli 2020

Sa'ad bin Abi Waqqas : Awal Masuk Islam, Penyebar Islam Di Tiongkok, 3 Ashabun Nuzul, Keahlian Memanah, dan Pembebas Persia

            

Sa'ad bin Abi Waqqas

            Sa’ad bin Malik Az-Zuhri atau sering disebut sebagai Sa’ad bin Abi Waqqas, dilahirkan di Makkah dan berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy. Dia adalah paman Rosulullah Saw dari pihak ibu. Ibunda rasul, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Saad yaitu dari Bani Zuhrah. Oleh karena itu Saad juga sering disebut sebagai Sa'ad of Zuhrah atau Sa'ad dari Zuhrah, untuk membedakannya dengan Sa'ad-Sa'ad lainnya. Sa’ad termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam dan termasuk sepuluh sahabat yang mendapat jaminan surga.

            Sa’ad dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Dia adalah seorang pemuda yang serius dan memiliki pemikiran yang cerdas. Sosoknya tidak terlalu tinggi namun bertubuh tegap dengan potongan rambut pendek. Dia sangat dekat dengan ibunya.

 

Baca Juga : Hamzah bin Abdul Muthalib: Biografi, Awal Kisah Keislaman, Singah Allah,dan Wafatnya Pemimpin Para Syuhada


Awal Sa’ad bin Abi Waqqas Masuk Islam

Sa'ad bin Abi Waqqas

            suatu hari dalam hidupnya, ia didatangi sosok Abu Bakar yang dikenal sebagai orang yang ramah. Ia mengajak Sa'ad menemui Nabi Muhammad di sebuah perbukitan dekat Makkah. Pertemuan itu mengesankan Sa'ad yang saat itu baru berusia 20 tahun.

            Ia pun segera menerima undangan Nabi Muhammad SAW untuk menjadi salah satu penganut ajaran Islam yang dibawanya. Sa'ad kemudian menjadi salah satu sahabat yang pertama masuk Islam.

            Keislaman Saad mendapat tentangan keras terutama dari keluarga dan anggota sukunya. Ibunya bahkan mengancam akan bunuh diri. Selama beberapa hari, ibu Sa'ad menolak makan dan minum sehingga kurus dan lemah. Meski dibujuk dan dibawakan makanan, namun ibunya tetap menolak dan hanya bersedia makan jika Sa'ad kembali ke agama lamanya. Namun Sa'ad berkata bahwa meski ia memiliki kecintaan luar biasa pada sang ibu, namun kecintaannya pada Allah SWT dan Rasulullah SAW jauh lebih besar lagi.

            Mendengar kekerasan hati Sa'ad, sang ibu akhirnya menyerah dan mau makan kembali. Fakta ini memberikan bukti kekuatan dan keteguhan iman Sa'ad bin Abi Waqqas.


Turunya Tiga Asbabun Nuzul (Wahyu)

Sa'ad bin Abi Waqqas

            Sebagaimana keterangan dalam buku Ash-Shaffah (Yakhsyallah Mansur, 2015), Sa’ad menjadi sebab turunnya (asbabun nuzul) tiga wahyu Allah kepada Rasulullah.

            Pertama, QS Luqman ayat 15. Ayat ini turun setelah kejadian ibunda Sa’ad bin Abi Waqqash tidak mau makan karena tahu anaknya memeluk agama Islam.

 

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).

 

            Kedua, QS Al-An’am ayat 52. Menurut Sa’ad, ayat tersebut berkaitan dengan enam orang sahabat. Dan dirinya adalah salah satunya.

            Ketiga, QS Al-Anfal ayat 1. Sa’ad bin Abi Waqqash berhasil membunuh orang yang telah membunuh saudaranya, Umair, dalam Perang Badar. Sa’ad juga berhasil mengambil pedang orang tersebut sebagai ghanimah. Namun Rasulullah memerintahkannya agar pedang tersebut disimpan di tempat rampasan perang. Ini membuat Sa’ad sedih. Lalu turunnya ayat tersebut dan Rasulullah kemudian memberikan pedang tersebut kepada Sa’ad.

 

"Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman".

 

Baca Juga: Amr bin Ash : Biografi, AgamaIslam, Kota Mesir, dan Wafatnya


Kelebihan Sa'ad bin Abi Waqqas

Sa'ad bin Abi Waqqas

            Ada dua peristiwa yang menjadikan Sa'ad selalu dikenang dan istimewa, pertama dialah yang pertama melepas anak panah untuk membela Agama Allah, sekaligus orang pertama yang tertembus anak panah dalam membela Agama Allah.

            Kedua, Sa'ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orang tua beliau. Sabda Rasulullah, Saw., pada saat perang Uhud : "Panahlah hai Sa'ad ! Ibu Bapakku menjadi jaminan bagimu ...."

            Dalam setiap peperangan siapapun panglimanya jika ada Sa'ad didalamnya maka pasukan akan merasa tenang. Bukan hanya karena kehebatannya dalam peperangan yang menciutkan hati musuh, tapi juga ketaqwaanya yang luhurlah, yang menjadi hati sahabat lain menjadi tenang.

            Pada saat perang Qadishiyyah, Amirul mukminin Umar bin Khaththab r.a. mengangkat Sa'ad sebagai Panglima perang untuk melawan adidaya Persia pada saat itu, ketika Sa'ad mengirim utusan untuk berdiplomasi dengan Rustum (panglima perang persia) yang akhirnya negoisasi itu berlangsung alot, dan muncullah pernyataan dari delegasi kaum muslimin

 

Keahlian Memanah Sa’ad bin Abi Waqqas

Sa'ad bin Abi Waqqas

            Sa’ad memang seorang pemanah terkenal. Ketenarannya itu tidak lain karena dialah orang muslim pertama yang melepaskan anak panah untuk berjuang di jalan Allah, sebagaimana penuturannya: “Demi Allah, sayalah orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah.” Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah mengutus enam puluh orang ke Mekah di bawah pimpinan Ubaidah bin Haris. Mereka diutus karena kaum kafir Quraisy sering melakukan pelanggaran terhadap isi Perjanjian Hudaibiyah. Di antara keenam puluh orang itu, salah satunya adalah Sa’ad.

            Setibanya di Hijaz, mereka menuju mata air yang bernama Wadi Rabig. Ternyata, di sana telah menunggu pasukan kafir Quraisy yang berjumlah dua ratus orang di bawah pimpinan Abu Sufyan. Akhirnya, kedua pasukan yang tidak seimbang itu pun berhadap-hadapan dan siap saling menyerang. Melihat keadaan yang tidak begitu menguntungkan, Sa’ad dan teman-temannya berusaha untuk menghindari pertempuran. Mereka mengutus delegasi untuk melakukan perundingan dengan pihak kafir Quraisy. Dari perundingan itu dicapailah kesepakatan damai, sehingga pertempuran yang tidak seimbang terhindarkan.

            Namun demikian, sempat juga terjadi bentrokan singkat ketika beberapa anggota pasukan kafir Quraisy menyerang. Saat itu, Sa’ad yang bersenjatakan panah dengan gagah berani melepaskan anak panahnya. lnilah anak panah yang pertama dilepaskan untuk membela agama Allah, yang membuat Sa’ad terkenal sebagai pemanah pertama di jalan Allah.

 

Baca Juga : Thariq bin Ziyad: Biografi, TekadPasukan Islam, Kematian Raja Roderick, Penaklukan Spayol, dan Wafatnya


Panglima Perang Pembebas Persia

Sa'ad bin Abi Waqqas

            Sa'ad adalah salah satu sahabat nabi yang jago perang. Beliau masih sering di medan laga pasca-wafatnya Rasulullah. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Sa'ad ditunjuk menjadi panglima perang yang memimpin 36 ribu prajurit untuk menaklukkan Persia. (Baca juga: Misteri Umar bin Khattab Saat Ikut Hijrah ke Madinah)

            "Hai Sa'ad, setiap manusia sama di sisi Allah, baik dia bangsawan maupun rakyat jelata. Allah adalah Tuhan mereka dan mereka semua adalah hamba-Nya. Mereka mendapat kemuliaan karena ketakwaan dan mendapat karunia karena ketaatan. Perhatikanlah cara Rasulullah yang engkau telah mengetahuinya, maka tetaplah ikut cara beliau itu," ucap Umar saat melepas keberangkatan pasukan Islam.

            Di bawah komando Sa'ad bin Abi Waqqas, pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan Persia dalam pertempuran di Qadisiah. Panglima Rustum yang selama ini sangat disegani tewas dan pasukannya yang berjumlah 120 ribu orang kocar-kacir. Setelah itu pasukan Sa'ad dapat merebut Mada'in, ibu kota Persia.

            Dengan kekalahan itu, berakhirlah kekuasaan emperium Persia dan rakyatnya dibebaskan oleh Islam dari penindasan dan kezaliman. Nama Sa'ad bin Abi Waqqas dicatat dengan tinta emas sebagai panglima pembebas Persia.


Penyebar Agama Islam Pertama Di Tiongkok

Masjid Shahabi Saad bin Abi Waqqash

            Menurut catatan Tschih Lui, penulis Muslim Tiongkok pada abad ke-18 dalam karyanya “Chee Chea Sheehuzoo” (Tentang Kehidupan Nabi), Islam dibawa ke Tiongkok oleh delegasi yang dipimpin oleh Sa'ad bin Abi Waqqas. Namun, pada saat 616 M, ia kemudian kembali ke Arab. Sa'ad baru kembali lagi ke Tiongkok 21 tahun kemudian atas permintaan pemerintahan Utsman dengan membawa persetujuan Alquran. Ia mengambil 'jalur sutra' dan tiba di pelabuhan Guangzhou. Rombongannya diterima dengan baik oleh kaisar Dinasti Tang, Kao-Tsung (650-683).

            Sebagai penghormatan, dibangunlah sebuah masjid di atas lahan seluas 5 hektar. Masjid ini diberi nama Masjid Shahabi Saad bin Abi Waqqash, dalam bahasa Mandarin dinamakan Xian Xian Qingzhensi, masjid kehormatan utama. Letaknya ada di jalan Ta Lu Guang, disebut-sebut sebagai masjid yang menyetujui ada di daratan Cina dan ia sudah berhasil 1300 tahun.


Baca Juga : Khalid Bin Walid : Biografi,Kecerdikan, Awal masuk Islam, Julukan pedang Allah, Panglima Terhebat, danKematiannya


Wafatnya Sa’ad bin Abi Waqqas

Sa'ad bin Abi Waqqas

            Sa’ad meninggal pada tahun 54 Hijriyah saat usia yang sangat lanjut, yaitu 8O tahun, sehingga dia termasuk sahabat Nabi yang meninggal paling akhir. Ketika hendak menemui ajalnya, Sa’ad meminta anaknya untuk membuka sebuah peti yang ternyata isinya adalah sehelai kain tua yang telah usang dan lapuk. Sa’ad meraih kain itu dari tangan putranya, kemudian menciumnya dengan penuh perasaan.

            Sa’ad menghembuskan napasnya yang terakhir. Jasadnya dikafani dengan sehelai kain lusuh, kemudian dimakamkan di dekat sahabat-sahabat Nabi saw. yang telah mendahuluinya yakni di pemakaman Baqi’ di kota Madinah.


        Itulah sebuah artikel mengenai Sa'ad bin Abi Waqqas : Awal Masuk Islam, Penyebar Islam Di Tiongkok, 3 Ashabun Nuzul, Keahlian Memanah, dan Pembebas Persia, semoga bisa menambah wawasan ilmu baru lagi dan mohon maaf jika ada kesalahan kata

TERIMAH KASIH TELAH MEMBACA

 

 


Sabtu, 13 Juni 2020

Hamzah bin Abdul Muthalib : Biografi, Awal Kisah Keislaman, Singah Allah, dan Wafatnya Pemimpin Para Syuhada

            

Hamzah bin Abdul Muthalib

            Hamzah bin Abdul Muthalib tentu bukan nama yang asli. Hamzah adalah sahabat Nabi yang menjadi pelindung bagi Nabi. Hamzah sendiri dikenal dengan singa karena kekuatannya. Hamzah bin Abdul Muthalib merupakan Salah Satu Sahabat Nabi . Seperti apakah kisah Hamzah bin Abdul Muthalib?

 

Baca Juga => Thariq bin Ziyad: Biografi, Tekad Pasukan Islam, Kematian Raja Roderick, Penaklukan Spayol, dan Wafatnya


BIografi Hamzah bin Abdul Muthalib

Hamzah bin Abdul Muthalib

            Hamzah adalah putra dari pasangan Abdul Muthalib bin Hasyim dan Halah binti Uhaib. Meski terbilang masih muda dibandingkan kakak-kakaknya seperti Abu Thalib dan Abu Lahab, Hamzah telah memiliki pengaruh yang cukup kuat karena sosoknya yang disegani dan secara nasab lebih tinggi karena menjadi putra dari Abdul Muthalib.

            Hamzah memiliki julukan (kunyah) Abu Ya’la yang diambil dari anak pertamanya Ya’la, hasil dari pernikahan dengan Bintul Millah. Dari istri pertamanya ini Hamzah memiliki tiga anak, Ya’la, dan Amir. Selain menikah dengan Bintul MIllah, Hamzah juga menikah dengan Khaulah binti Qais dikaruniai anak laki-laki bernama Imarah. Selain anak laki-laki, Ibnu Sa’ad mencatat bahwa Hamzah juga memiliki anak perempuan bernama Amamah hasil dari pernikahannya bersama Salma binti ‘Umais, saudara kandung dari Asma binti ‘Umais istri Ja’far bin Abi Thalib.

            Hamzah bin Abdul Muthalib merupakan sahabat, paman serta saudara sepersusuan Nabi Muhammad. Usia Hamzah lebih tua dua tahun dari Rasulullah. Ia memiliki perawakan yang gagah serta wajah yang rupawan.

            Sejak kecil Rasulullah diasuh oleh kakeknya yakni Abdul Munthalib. Setelah sang kakek meninggal, hak asuh diberikan kepada pamannya Abu Thalib yang juga kakak dari Hamzah.

            Sejak kecil Hamzah menyukai permainan memanah, menombak dan bermain pedang-pedangan. Karena kegemarannya inilah yang membuat hamzah menyukai kegiatan berburu binatang ketika Ia sudah mulai beranjak dewasa.

 

Baca Juga => Abu Ubaidah bin Jaffar : Biografi, Anak dan Ayah, Julukan Amin, dan Wafatnya


Sebelum Masuk Islam

Hamzah bin Abdul Muthalib

            Selain sebagai pemuka Bani Hasyim dan Bani Quraish yang berarti memiliki darah biru di Mekah, Hamzah juga sosok yang pandai berkuda, memanah, dan memainkan pedang. Hamzah merupakan sosok yang gagah berani dan hobi berburu. Karena hobinya ini, Hamzah seringkali keluar dari kota Mekah selama berhari-hari. Menurut catatan Ibnu Habib dalam kitab al-Muhabbar, Hamzah memiliki kebiasaan untuk melakukan thawaf di sekeliling Kakbah setibanya ia pulang berburu dari luar kota.

            Al-Waqidi dan Ibnu Habib, Hamzah merupakan pemuka Quraish yang mempunyai kedudukan karena nasab dan kemampuannya sehingga orang-orang banyak yang berbaiat untuk mengikat janji dengannya.

            Sama seperti Abu Thalib, di masa tiga tahun pertama Nabi Muhammad menyampaikan risalah secara sembunyi-sembunyi, Hamzah turut menjadi garda terdepan untuk membela dakwah Nabi Muhammad meskipun pada saat itu belum menyatakan diri masuk Islam.

 

Kisah Awal Masuk Islam

Hamzah bin Abdul Muthalib

            Dalam Sirah Nabawiyyah Ibnu Hisyam bercerita tentang kisah masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib. Suatu hari Nabi Muhammad Saw berpapasan dengan Abu Jahal di dekat bukit Shafa. Tanpa pikir panjang Abu Jahal memaki-maki dan bersumpah serapah serta mengeluarkan ucapan-ucapan buruk kepada Nabi Muhammad. Nabi tidak menghiraukan hinaan Abu Jahal dan berlalu begitu saja. Tetapi ternyata kejadian itu dilihat oleh salah satu pembantu Hamzah.

            Ketika peristiwa itu terjadi Hamzah sedang berburu di luar Mekah. Setibanya di Mekah, ia melakukan kebiasaannya pergi ke Masjidil Haram untuk thawaf. Setelah Thawaf selesai, Hamzah bercengkrama dengan orang-orang yang berada di sana. Ketika sedang berbincang, pembantu Hamzah datang menghampiri dan berkata, “Tuan, ketika anda sedang tidak ada, Abu Jahal telah menghina keponakan anda Muhammad.

Mendengar berita itu, Hamzah pun berdiri dan bergegas menemui Abu Jahal yang sedang berada di tengah-tengah keramaian. Hamzah menghunuskan anak panahnya ke arah kepala Abu Jahal hingga kepalanya terluka dan mengeluarkan darah.

            Hamzah berkata dengan lantang, “Kau telah menghina dan berlaku buruk kepada Muhammad, kau tidak tahu bahwa aku telah memeluk agama yang dibawanya? Aku telah mengucapkan kalimat yang dia ucapkan.”

            Melihat kejadian itu, Bani Mahzum berdiri untuk membantu Abu Jahal. Karena takut akan kedudukan dan kekuatan Hamzah, Abu Jahal melarang mereka untuk beraksi sambil berkata, “Biarkan Hamzah, aku telah menghina keponakannya.”

            Setelah mengetahui bahwa Nabi Muhammad telah memiliki pelindung yang kuat berada di barisan kaum muslimin, gangguan dan penindasan dari orang-orang musyrik Mekah berkurang drastis. A-Thabari menulis bahwa Hamzah masuk Islam ketika Nabi diperintahkan untuk memulai dakwah secara terang-terangan, yaitu ketika Nabi Muhamamd mengumpulkan keluarga dekatnya dan mengajak mereka masuk Islam, disitulah Hamzah menyatakan diri masuk Islam.


Baca Juga => Amr bin Ash : Biografi, Agama Islam, Kota Mesir, dan Wafatnya

 

Singa Allah swt dalam Medan Perang

Hamzah bin Abdul Muthalib

            Kafir Quraisy mulai terusik dengan tersebarnya Islam ke berbagai penjuru, mereka mulai mengumpulkan pasukan untuk menyerang Madinah. Mereka menyiapkan setidaknya 1000 pasukan untuk berperang di kota Badar.

            Perang Badar terjadi tepat pada bulan Ramadan. Dalam pertempuran ini keberanian dan kehebatan Hamzah benar-benar terlihat oleh para kafir Quraisy. Ada rasa takut yang mereka rasakan, ketika mereka melihat Hamzah berperang layaknya Singa yang sedang kelaparan.

            Kebencian seorang kafir bernama Aswad bin Abdul Asad membuat dia nekat maju di hadapan Hamzah seraya berkata, “Saya bersumpah, sungguh saya akan minum dari telaga yang dikuasai Islam itu.” Setelah tiba dia di dekat telaga, seketika Hamzah menghunuskan pedangnya ke kepada Aswad.

            Melihat Aswad mati, Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah dan Walid bin Utbah memasuki medan pertempuran. Ketika itu Ali bin Abi Thalib untuk melawan Walid bin Utbah. Hamzah melawan Syaibah bin Rabiah dan Ubaidah bin Harits melawan Utbah bin Rabiah.

            Tanpa waktu lama, Hamzah dengan mudah membunuh lawannya. Begitu juga Ali dan Ubaidah yang juga berhasil membunuh lawannya.

            Hamzah bertempur seperti singa yang kelaparan. Dengan gagah dan lincah Pedangnya dihunuskan kepada tentara kafir. Banyak dari tokoh kafir serta tentaranya yang mati pada Perang Badar. Berita kekalahan itu terdengar oleh penduduk Makkah yang membuat mereka marah besar dan akan membalas dendam.

            Akibat kekalahan itu membuat orang kafir ini memiliki dendam terhadap Hamzah yang telah banyak membunuh bagian dari mereka. Abu Sufyan mulai mengerahkan pasukan lebih banyak dari perang Badar serta menyewa seorang budak bernama Wahsyi. Ia seorang budak yang pandai melempar tombak, ia ditugaskan untuk menyelinap dalam pertempuran untuk membunuh Hamzah. Sebagai gantinya mereka menjanjikannya sebuah kemerdekaan bagi dirinya.

 

Wafatnya Hamzah bin Abdul Muthalib Secara Syahid

Hamzah bin Abdul Muthalib

            Setahun berselang setelah terjadinya perang Badar, meletuslah perang Uhud yang bertepatan pada hari Sabtu 7 atau 15 Syawal tahun ke-3 Hijriah. Pada perang inilah Hamzah bin Abdul Muthalib, sang paman yang menjadi orang terdepan dalam membela Nabi Muhammad menghembuskan napas terakhirnya sebagai syahid.

            Perang Uhud bagian episode balas dendam kafir Qurasy. Perang ini dipimpin oleh Abu sufyan dari kalangan kaum kafr Quraisy dan Nabi Muhammad dari kalangan muslimin. Di tengah pertempuran kali ini dikabarkan oleh para kafir bahwa Rasulullah terbunuh. Kesedihan serta frustasi mulai mereka rasakan.

            Akhirnya banyak sahabat yang memilih mundur karena bersedih dan kehilangan semangatnya. Tetapi Hamzah terus maju seraya berkata, “Saya adalah singa Allah dalam medan pertempuran, saya singa Allah.” Sontak hal ini membuat para sahabat kembali menemukan semangatnya di tengah kesedihan mereka.

            Tanpa Hamzah sadari, dari kejauhan Wahsyi mulai mengawasi pergerakan Hamzah. Ia mempelajari setiap gerakannya dan mencari posisi yang tepat untuk membunuhnya. Setelah dirasa posisinya cukup maka Wahsyi pun melempar tombaknya ke tubuh Hamzah. Lemparannya mengenai tubuh Hamzah dan ia pun terjatuh. Hamzah sang pemberani gugur sebagai syahid.

            Berita terbunuhnya Hamzah tersiar di kalangan musuh. Istri Abu Sufyan yang kehilangan paman serta saudaranya dalam perang Badarpun bergegas mencari tubuh Hamzah, setelah ia menemukan tubuh hamzah, lantas ia memotong hidung serta kuping Hamzah, kemudian iapun membelah perut Hamzah dan mengambil jantungnya. Diapun mulai mengunyah jantung Sang Singa Allah. Rasa senang karena dendamnya terbalaskan.

            Ketika perang Uhud berakhir, Rasulullah berkeliling ke daerah pertempuran terkejutnya beliau melihat tubuh Hamzah yang terbunuh secara tragis. Air mata beliau mengalir karena wafatnya paman yang Beliau sangat cintai.

            Kemudian Rasulullah mendekati jasad Hamzah bin Abdul Muthalib, Singa Allah itu, Seraya berkata,

 

”Tak pernah aku menderita sebagaimana yang kurasakan saat ini. Dan tidak ada suasana apa pun yang lebih menyakitkan diriku daripada suasana sekarang ini.”

 

            Rasulullah saw pun sangat berduka atas syahidnya paman beliau itu dan beliau saw kemudian menjadikan Hamzah bin Abdul Muthalib sebagai Sayidu Syuhada – Pemipin para Syuhada. Pada hari itu Madinah dipenuhi dengan kesedihan. Mereka kehilangan Sang Singa Allah yang pemberani.

            Ketika Sayyidina Hamzah wafat, turunlah ayat Al-Qur'an di mana Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

 

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

 

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah 'Azza wa Jalla mati, bahkan mereka hidup, di sisi Allah mereka diberi rezeki. (Surah Ali Imran:169)

 

            Ibnu Abbas RA berkata: "Ayat ini turun berkenaan dengan wafatnya Hamzah radhiyallahu 'anhu dan para Sahabat".

 

 

            Itulah tadi sebuah Artikel Mengenai Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib yang sangat mengagumkan. Semoga kita bisa memetik hikmah dan iktibar dari keteguhan Beliau membela Islam dan Rasulullah SAW. Serta mohon maaf jika ada kesalahan kata.

TERIMAH KASIH TELAH MEMBACA


Kamis, 11 Juni 2020

Abu Ubaidah bin Jaffar : Biografi, Anak dan Ayah, Julukan Amin, dan Wafatnya

           

Abu Ubaidah bin Jaffar

            Di masa awal dakwah Nabi Muhammad SAW tidak banyak yang mau mendengarkan ajaran Islam. Meskipun Nabi memiliki gelar al-Amin (Orang terpercaya) dari kalangan Quraisy, tetapi ketika Ia mengungkapkan hal yang asing di tengah-tengah masyarakat pagan yaitu tauhid, maka apa pun yang dikatakan Nabi Muhammad saw. dianggap nyeleneh, mengada-ada, bahkan Nabi sendiri dikatakan sebagai orang gila, penyihir dan lain lain.

            Satu di antara orang yang paling pertama beriman kepada Rasulullah SAW adalah ‘Amir bin Abdullah bin al-Jarrah atau dikenal dengan nama Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Menurut catatan Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat al-Kubra, Abu Ubaidah bersama lima sahabat lain (Ibnu Madz’un, Ubaidah bin Harits, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul Asad dan Abu Ubaidah) berangkat menemui Nabi untuk menyatakan keimanan mereka. Mereka inilah yang dikenal dengan sebutan as-Sabiqun al-Awwalun (orang-orang pertama yang masuk Islam).

 

Baca Juga => Khalid Bin Walid: Biografi, Kecerdikan, Awal masuk Islam, Julukan pedang Allah, Panglima Terhebat, dan Kematiannya


Biografi Abu ubaidah bin Jarrah

Abu Ubaidah bin Jaffar

            Nama lengkapnya Amir bin Abdullah bin Jarrah Al-Fihry Al-Quraiys, namun lebih dikenal dengan Abu Ubaidah bin Jarrah. Wajahnya selalu berseri, matanya bersinar, ramah kepada semua orang, sehingga mereka simpati kepadanya. Di samping sifatnya yang lemah lembut, dia sangat tawadhu dan pemalu. Tapi bila menghadapi suatu urusan penting, ia sangat cekatan bagai singa jantan.

            Para sahabat Nabi SAW menggelarinya "Amin" (orang yang terpercaya). Nama lengkapnya adalah Aamir ibnu Abdullah ibnu al-Jarrah. Namun ia lebih dikenal sebagai Abu Ubaidah. Abdullah ibnu Umar menggambarkan sosok ini sebagai berikut:

            "Ada tiga orang terkemuka di Quraisy, mereka terkenal karena akhlaknya yang baik dan paling bersahaja. Apabila mereka berbicara kepadamu, mereka tidak akan menipumu dan apabila kamu berbicara kepada mereka, ia tidak akan menuduhmu berkata dusta. Mereka adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Jarrah."

            Abu Ubaidah termasuk golongan yang pertama kali memeluk Islam. Dia menjadi muslim sehari setelah Abu Bakar, bahkan melalui Abu Bakar lah ia menjadi seorang muslim. Saat itu Abu Bakar Ash-Shiddiq membawanya, bersama Abdur Rahman bin ‘Auf, Utsman bin Mas'un dan Arqam bin Abi Al-Arqam datang ke hadapan Rasulullah SAW, lalu bersama-sama mengucapkan syahadat. Mereka lah pilar-pilar awal dalam bangunan kokoh Islam kala itu.

 

Baca Juga => Thariq bin Ziyad: Biografi, Tekad Pasukan Islam, Kematian Raja Roderick, Penaklukan Spayol, dan Wafatnya


Perang Badar yang Melibatkan Abu Ubaidah bin Jarrah dengan Ayahnya

Abu Ubaidah bin Jaffar

            Sebagaimana muslim lainnya, Abu Ubaidah juga mengalami masa yang sulit di Mekkah dalam periode awal perkembangan Islam. Ia harus menelan hinaan dan menghadapi berbagai kekerasan. Akan tetapi, setiap ujian dan kesulitan hidup yang ia alami justru kian menguatkan imannya kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, bahkan tatkala ia harus menjalani salah satu ujian terberatnya, yaitu terlibat di Perang Badar.

            Abu Ubaidah termasuk salah satu yang berada di barisan terdepan, bertempur dengan gagah berani, tak bergeming oleh ancaman kematian yang nyata di depan mata. Oleh karenanya, banyak pasukan Quraisy yang takut berhadapan langsung dengannya, kecuali satu orang yang senantiasa membuntuti dan mengejarnya kemana pun dia pergi. Ia lah satu-satunya yang Abu Ubaidah sendiri enggan berhadapan langsung dengannya. Namun kali itu, pertempuran dengan orang tersebut tak dapat dielakkan lagi. Keduanya kini berhadapan satu sama lain dan saling menghunuskan pedangnya. Tak ada pilihan lain bagi Abu Ubaidah di tengah kecamuk perang yang dahsyat tersebut kecuali menuntaskan pertempuran itu. Maka ia melancarkan serangan telak dan mematikan tepat di kepala orang tersebut sehingga tubuhnya jatuh ke tanah dan ia pun meninggal saat itu juga.

            Jangan tanya siapa orang yang Abu Ubaidah senantiasa enggan berhadapan dengannya itu. Sungguh, itu adalah pengalaman terberat yang pernah dialami seorang insan, bahkan hampir tak mungkin walaupun untuk sekadar dibayangkan. Pria yang tersungkur mati itu tak lain adalah Abdullah bin Jarrah, ayah dari Abu Ubaidah!

            Sebagai seorang anak, tentu tidak pernah terbersit sedikit pun di kepala Abu Ubaidah untuk mengakhiri hidup ayah kandungnya sendiri. Akan tetapi, dalam sebuah perang kebenaran melawan kebatilan, pilihan yang ada baginya amatlah jelas, meski tak mudah untuk dijalani. Pada hakikat kehidupan yang lebih dalam, Abu Ubaidah tidaklah sedang memerankan seorang anak yang membunuh ayahnya, melainkan sebuah representasi dari kebenaran yang harus menumpas habis benih-benih kekafiran yang ada dalam diri ayahnya.

 

“Abu Ubaidah tidaklah sedang memerankan seorang anak yang membunuh ayahnya, melainkan sebuah representasi dari kebenaran yang harus menumpas habis benih-benih kekafiran yang ada dalam diri ayahnya.”

 

            Berkaitan dengan peristiwa ini Allah Ta’ala menurunkan sebuah ayat Al-Qur’an sebagai berikut:

 

َّ لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَـٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّـهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَـٰئِكَ حِزْبُ اللَّـهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّـهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

 

            Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (Q.S. Al-Mujaadilah [58]: 22)

            Sikap yang ditunjukkan Abu Ubaidah saat berhadapan dengan ayahnya itu sebenarnya tidaklah mengejutkan. Abu Ubaidah telah menerima kekuatan Cahaya Iman, keyakinan yang dalam akan jalan Allah dan perhatian yang tinggi dalam membangun umat Nabi yang sangat dicintainya – Muhammad SAW.

 

Menjadi Hakim Bagi Kaum Nasrani

Abu Ubaidah bin Jaffar

            Muhammad bin Ja’far, salah seorang sahabat Rasulullah, mengisahkan bahwa suatu ketika sebuah delegasi yang terdiri dari orang-orang Nasrani datang menghadap Rasulullah dan berkata, “Wahai Abu Qasim, utuslah salah satu orang kepercayaanmu kepada kami, seseorang yang engkau senangi, dan dapat menjadi hakim bagi beberapa perkara kepemilikan yang menimbulkan perseteruan di antara kami. Sungguh kami sangat menyegani orang-orang Muslim.”

            “Baik, kembalilah kepadaku nanti malam,” jawab Nabi, “aku akan utus kepadamu seorang yang kuat dan dapat diandalkan.”

            Umar bin Khattab mendengarnya, lalu mengisahkan, “Aku berangkat lebih awal untuk Shalat Dzuhur berjamaah dengan harapan aku lah orang yang Rasulullah maksudkan itu. Manakala Rasulullah selesai shalat, ia pun mulai menyapu pandangannya ke kiri dan kanan, dan aku pun bangkit dengan maksud agar Rasulullah dapat melihatku. Namun Beliau terus menyebar pandangannya hingga ia menemukan Abu Ubaidah bin Jarrah. Maka Rasulullah pun memanggilnya, 'Pergilah bersama mereka (orang-orang Nasrani) dan berilah keputusan dengan kebenaran mengenai apa-apa yang mereka perselisihkan.' Ternyata, Abu Ubaidah lah yang mendapatkan tugas mulia tersebut."

 

Baca Juga => Salahuddin Al - Ayyubi tentang Biografi, Pengepungan Yerusalem, Kepahlawanan dan Kebijaksanaan, Kematian


Kekuatan seorang Abu Ubaidah

Abu Ubaidah bin Jaffar

            Abu Ubaidah tidak hanya menjadi orang yang terpercaya. Kekuatan mental dan fisiknya kerap kali teruji di berbagai kesempatan.

            Salah satunya adalah pada saat Perang Uhud, di mana Kaum Muslim mengalami kekalahan. Kala itu kaum musyrik telah sedemikian rupa menguasai medan peperangan dan mulai berteriak, “Di mana Muhammad! Di mana Muhammad!” Suasana sangat mencekam dan Abu Ubaidah merupakan salah satu dari sepuluh sahabat yang secara suka rela menjadi pagar hidup demi melindungi Rasulullah dari serangan tombak kaum musyrik.

            Ketika perang telah berakhir, Rasulullah mengalami luka parah berupa gigi geraham yang patah, luka pukulan yang dalam di dahinya serta dua pecahan logam yang berasal dari perisainya yang menancap dalam di pipinya. Abu Bakar mendekati Rasulullah dengan maksud hendak mencabut pecahan-pecahan perisai tersebut, namun Abu Ubaidah mencegahnya seraya berkata, “Izinkan aku yang melakukannya.”

            Abu Ubaidah khawatir apabila ia mencabut kepingan logam tajam itu dengan tangannya maka akan mengakibatkan rasa sakit bagi Rasulullah, lantaran sulit menggenggam kepingan logam yang licin itu. Maka digigitnya lah kuat-kuat kepingan logam yang menonjol keluar itu dan manakala logam itu berhasil dikeluarkan, salah satu gigi depannya ternyata patah dibuatnya. Dengan gigi depan yang masih tersisa, Abu Ubaidah mencoba mencabut pecahan logam lainnya yang masih menancap di pipi Rasulullah dan upaya itu pun kembali membuat giginya yang lain patah. Karena peristiwa itu, Abu Bakar berkata, “Abu Ubaidah adalah orang paling mahir dalam mematahkan gigi!”

 

Wafatnya Abu Ubaidah bin Jaffar

Abu Ubaidah bin Jaffar

            Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat berkumpul untuk memilih pengganti beliau yang bertugas sebagai khalifah. Pertemuan tersebut terjadi di Saqifah (tempat pertemuan) Bani Sa’idah dan hari itu tercatat sebagai salah satu momen bersejarah yang dikenal sebagai “Peristiwa Saqifah”.

            Pada hari itu, Umar bin Khattab berkata kepada Abu Ubaidah,


“Rentangkan tanganmu dan aku akan bersumpah menaatimu karena aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Setiap umat memiliki seorang amin (penjaga) dan engkau adalah        sang amin bagi umat ini.’”

“Aku tidak mau,” tukas Abu Ubaidah, “aku menolak mendahului seorang yang telah ditunjuk oleh Rasulullah untuk menjadi pengganti beliau menjadi imam sholat hingga detik Rasulullah berpulang ke hadirat-Nya.”

 

            Maka ia pun memberikan sumpah setianya (bai’at) kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. Abu Ubaidah tetap menjadi salah satu penasihat terdekat Abu Bakar dan pendukung kuatnya dalam kebenaran dan kebaikan. Hingga kepemimpinan berganti ke tangan Umar bin Khattab, Abu Ubaidah tetap meneruskan dukungannya kepada khalifah dan tak pernah menentang Umar kecuali pada suatu waktu.

            Peristiwa itu terjadi tatkala Abu Ubaidah memimpin pasukan Muslim dan meraih kemenangan di Syria. Ia berdiri di sebuah daerah di mana sungai Eufrat berada di sebelah kanannya dan dataran Asia Kecil di sebelah kirinya. Saat itu tengah terjadi wabah besar di tanah Syria, suatu musibah yang tidak pernah terjadi sebelumnya dan telah merenggut banyak korban jiwa. Menyadari gentingnya keadaan kala itu, Khalifah Umar mengutus seseorang kepada Abu Ubaidah dengan membawa surat yang bertuliskan pesan dari Khalifah:

 

“Wahai Abu Ubaidah, aku sangat membutuhkanmu. Apabila engkau menerima surat ini di malam hari, kusarankan engkau berangkat sebelum fajar. Apabila engkau menerimanya di siang hari, berangkatlah sebelum matahari terbenam dan cepatlah kembali kepadaku!”

 

            Ketika Abu Ubaidah selesai membaca pesan itu, ia berkata, “Aku tahu Amirul Mukminin memerlukanku. Ia ingin menyelamatkan nyawa seseorang, yang bagaimana pun tak akan abadi.” Maka ia menulis surat jawaban kepada Umar:

 

“Wahai Umar, aku tahu bahwa engkau membutuhkanku. Namun aku berada di antara pasukan Kaum Muslim dan tidak ada keinginanku untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan mereka di sini. Aku tidak ingin berpisah dengan mereka hingga Tuhan memutuskan yang lain. Maka saat engkau menerima surat ini, mohon bebaskan aku dari perintahmu dan izinkan aku untuk tinggal bersama pasukanku.”

 

            Saat Umar membaca surat balasan Abu Ubaidah tersebut air mata memenuhi sudut-sudut matanya hingga orang-orang yang berada di dekatnya bertanya, “Apakah Abu Ubaidah telah tiada, wahai Amirul Mukminin?”

 

“Tidak,” jawab Umar, “akan tetapi kematian tengah datang mendekatinya.”

 

            Tidak berapa lama, penglihatan Umar menjadi kenyataan. Dalam kondisi dilanda penyakit dan mendekati sakaratul maut, Abu Ubaidah menyampaikan wasiat kepada pasukannya:

 

“Dirikanlah shalat, shaum lah di bulan Ramadhan, keluarkan shodaqoh, laksanakanlah haji dan umrah. Tetaplah bersatu dan saling mendukung satu sama lain. Jujurlah kepada pimpinanmu dan jangan menyembunyikan apapun dari mereka. Jangan sampai dunia dan segala isinya menghancurkanmu dari jalan Allah karena kalaupun seseorang hidup seribu tahun lamanya, ia akan tetap menjelang kematian seperti yang tengah engkau saksikan terjadi kepadaku saat ini. Wassalaamu’alaikum wa rahmatullah.”

 

            Abu Ubaidah kemudian berpaling kepada Mu’adz bin Jabal dan berkata, “Wahai Mu’adz, pimpinlah kami dalam sholat.” Dalam sholat itu, jiwanya pun mangkat

 


Itulah tadi sebuah Artikel mengenai Biografi Abu Ubaidah bin Jaffar dalam semasa hidupnya, semoga kita bisa mengambil hikmah dari sebuah artikel ini, mohon maaf jika ada kesalahn kata.

 

TERIMAH KASIH TELAH MEMBACA