A.
Pendahuluan
Kegiatan
analisis semakin dikenal secara luas, bahkan mulai dilakukan secara rutin
dengan metode sistematis. Hal ini didukung pula oleh perkembangan yang pesat
dari instrument analisis.Dalam melakukan analisis di laboratorium, diperlukan
suatu metode analisis yang tepat dengan tingkat selektivitas dan sensitivitas
yang tinggi, gangguan yang sedikit mungkin, dan nilai akurasi serta presisi
yang tinggi. Untuk memperoleh hal tersebut, maka metode analisis yang akan
digunakan harus divalidasi terlebih dahulu. Metode validasi pada analisis kimia
terdiri dari beberapa percobaan laboratorium yang bertujuan untuk memastikan
bahwa metode analisis yang akan divalidasi, parameternya harus memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
Seperti
yang tercantum dalam ISO/IEC, validasi diartikan sebagai konfirmasi melalui
pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk
suatu maksud khusus telah dipenuhi. Sedangkan validasi metode analisis
merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan
percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya. Parameter unjuk kerja pengujian antara lain
adalah presisi (keseksamaan), akurasi (kecermatan), spesifisitas, batas deteksi
dan batas kuantisasi, linearitas, rentang dan ketangguhan. Pemilihan parameter
yang akan diuji tergantung dari jenis dan metode pengujian yang akan divalidasi
(Harmita, 2004).
Suatu
metode analisis baru dapat dipakai atau digunakan bila telah dilakukan validasi
yang kondisinya disesuaikan dengan laboratorium dan peralatan yang tersedia,
meskipun metode yang akan dipakai tersebut telah dipublikasikan pada jurnal,
buku teks atau buku resmi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dan
keterbatasan alat, bahan kimia atau kondisi lain yang menyebabkan metode
tersebut tidak dapat diterapkan secara keseluruhan. Sehingga sering dilakukan
modifikasi, penyederhanaan maupun perbaikan metode, akibatnya metode tersebut
harus divalidasi dengan cara yang benar. Apabila metode ini dapat dipertanggungjawabkan
secara keseluruhan tidak menyimpang dan diakui oleh pihak yang berkompeten,
maka metode yang dimodifikasi ini dianggap valid dan dapat digunakan untuk
analisis rutin.
Dalam
makalah ini, akan dibahas mengenai pengertian validasi metode serta parameter-parameter pengujiannya. Validasi metode sangat penting dilakukan karena dengan
melakukan validasi dapat diketahui tingkat kepercayaan yang dihasilkan dari
suatu metode pengujian. Selain itu, validasi metode merupakan salah satu bentuk
jaminan mutu hasil kepada pelanggan, dimana metode yang digunakan telah
terbukti baik sehingga hasil yang dikeluarkan adalah valid, sehingga dapat
diketahui metode analisis dengan tingkat selektivitas dan sensitivitas yang
tinggi, serta dengan sedikit mungkin gangguan, sehingga dapat diterapkan untuk
pengujian sampel pada masa yang akan datang.
B.
Pembahasan
1.
Validasi
Metode
Validasi metode analisis adalah suatu
proses penilaian terhadap metode analisis tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut
memenuhi persyaratan untuk
digunakan (Harmita, 2004). Selain itu, validasi metode dilakukan jika terjadi perubahan kondisi antara kondisi analisis
dan kondisi pada saat validasi metode, atau terjadi perubahan metode dari metode standar. Beberapa manfaat validasi
metode analisis adalah untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu metode analisis,
menjamin prosedur analisis,
menjamin keakuratan dan
kedapat ulangan hasil prosedur analisis, dan mengurangi resiko penyimpangan yang mungkin
timbul (Wulandari, 2007).
Menurut
Wea (2010), tujuan dari validasi
metode adalah untuk mengetahui sejumlah mana
penyimpangan yang tidak dapat dihindari suatu metode kondisi normal dimana
seluruh elemen terkait telah
dilaksanakan dengan baik. Disamping itu dengan memvalidasi metode dapat diperkirakan dengan pasti tingkat
kepercayaan yang dihasilkan oleh suatu metode pengujian maupun dari metode instrument yang digunakan. Untuk mendapatkan
hasil yang paling akurat dari suatu
validasi, maka semua variabel dari metode harus diperhitungkan, seperti jenis
atau matriks contoh, cara penyiapan
contoh dan cara evaluasi data.
Menurut USP 30-NF25 (2007), metode
analisis diklasifikasikan dalam 4 kategori, yaitu:
- Kategori I. Metode analisis yang
digunakan untuk penetapan kadar komponen utama dalam bahan baku obat dan
sediaan obat jadi atau bahan aktif lainnya seperti pengawet.
- Kategori II. Metode analisis yang
digunakan untuk penetapan cemaran dalam bahan baku obat atau hasil degradasinya
dalam sediaan obat jadi.
- Kategori III. Metode analisis yang
digunakan untuk penetapan kinerja dan kualitas sediaan obat jadi, seperti uji
disolusi dan uji pelepasan obat.
- Kategori IV. Uji identifikasi
Tabel 1. Data yang diperlukan untuk uji validasi (USP XXXVII, 2014).
Karakteristik
Analisis
|
Kategori I
|
Kategori II
|
Kategori
III
|
Kategori
IV
|
Kuantitatif
|
Limit tes
|
Akurasi
|
Ya
|
Ya
|
*
|
*
|
Tidak
|
Pesisi
|
Ys
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Spesifitas
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
*
|
Ya
|
LOD
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
*
|
Tidak
|
LOQ
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
*
|
Tidak
|
Linieritas
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
*
|
Tidak
|
Range
|
Ya
|
Ya
|
*
|
*
|
Tidak
|
*mungkin diperlukan, tergantung pada spesifikasi tes yang dilakukan.
2.
Parameter
Uji Validasi Metode
Dalam proses validasi metode,
parameter-parameter unjuk kerja metode ditentukan dengan menggunakan peralatan
yang memenuhi spesifikasi, bekerja dengan baik dan terkalibrasi secara memadai.
Secara umum, validasi metode mencakup penentuan yang berkaitan dengan alat dan
metode (Nugroho, 2006). Prosedur analisis yang harus divalidasi meliputi
beberapa jenis pengujian, yaitu adanya pengotor, uji limit untuk mengendalikan
keberadaan pengotor, serta uji kuantitatif komponen aktif atau komponen lain
dalam produk obat-obatan. Selain itu, terdapat 8 parameter validasi metode
analisis, yaitu spesifisitas, ketelitian, ketepatan, linearitas, kisaran, limit
deteksi, limit kuantitasi, dan ketangguhan.
a. Ketepatan (Accuracy)
Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan
derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di
dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan
yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik
tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan
pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang
cermat, taat asas sesuai prosedur (Gandjar, 2007).
Ketepatan suatu metode analisis
didefinisikan sebagai kedekatan hasil yang diterima (baik sebagai nilai
teoretis maupun sebagai nilai rujukan yang diterima) dengan nilai yang
diperoleh dari hasil pengukuran (ICH 1995 diacu dalam Chan 2004). Ketepatan
dinyatakan sebagai perolehan kembali yang ditentukan dengan cara menambahkan
sejumlah tertentu standar dari analit yang akan diukur ke dalam contoh.
Perolehan kembali (%) yang dapat diterima menurut ICH adalah 98–102%. ICH juga
mensyaratkan minimum 9 kali pengukuran pada 3 tingkat konsentrasi yang berbeda.
Accuracy dapat ditentukan melalui dua
cara, yaitu metode simulasi (spiked- placebo recovery) atau metode penambahan
baku (standard addition method) (Riyadi, 2009). Kecermatan hasil analis sangat
tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan
analisis. Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke
dalam plasebo, lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan
dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Recovery dapat
ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis)
kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120%
dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang
akan divalidasi (Riyadi, 2009). Perhitungan perolehan kembali ditetapkan dengan
rumus sebagai berikut:
b. Keseksamaan (Precision)
Precision adalah ukuran
yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.
Presicion diukur sebagai simpangan
baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Ketelitian prosedur
analisis menyatakan kedekatan hasil dari sederet pengukuran yang
diperoleh dari contoh yang homogen pada kondisi
tertentu (ICH, 1995). Ketelitian dinyatakan dengan 3 cara, yaitu keterulangan (repeatability),
ketelitian intermediet (intermediet
precision), dan ketertiruan (reproducibility). Repeatability
adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang
sama pada kondisi sama dan dalam
interval waktu yang pendek. Keterulangan merupakan pengukuran ketelitian dengan metode, peralatan, dan
laboratorium yang sama pada selang waktu tertentu. Ketelitian intermediet dilakukan dalam laboratorium yang sama,
namun dengan operator dan peralatan yang berbeda serta pada hari yang berlainan. Ketertiruan merupakan pengukuran ketelitian yang dilakukan dengan peralatan, operator, dan
laboratorium yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan
dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi,
pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap
sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Kriteria seksama diberikan jika
metode memberikan simpangan baku
relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel
tergantung pada konsentrasi analit yang
diperiksa, jumlah sampel,
dan kondisi laboratorium (Riyadi,
2009).
Keseksamaan dapat dihitung dengan
cara sebagai berikut. Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,. xn, maka simpangan bakunya adalah
c. Linearitas dan rentang
Linearitas menunjukkan kemampuan suatu
metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi
analit dalam sampel pada kisaran konsentrasi tertentu. Sedangkan rentang metode
adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan
dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat
diterima. Rentang dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari
beberapa sel larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Ermer &
Miller, 2005).
Linearitas menunjukkan kemampuan suatu
metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi
analit dalam contoh pada kisaran konsentrasi tertentu.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara
membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya. Linearitas juga dapat diketahui dari kemiringan garis,
intersep, dan residual (Ermer & Miller, 2005). Residual menyatakan besarnya
penyimpangan yang terjadi antara nilai yang terukur (y) dan nilai teoretis yang
dihitung dari persamaan regresi (ลท). Plot antara residual dan konsentrasi
dibuat untuk mengetahui distribusi residual secara statistik. Jika residual
terdistribusi secara normal (rerata mendekati nol dan berbentuk linear), maka
persamaan regresi dapat dikatakan mempunyai bentuk yang benar.
Persamaan garis yang digunakan pada kurva
kalibrasi diperoleh dari metode kuadrat terkecil, yaitu y = a + bx. Persamaan
ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi inilah yang
digunakan untuk mengetahui linearitas suatu metode analisis. Penetapan
linearitas minimum menggunakan lima konsentrasi yang berbeda. Nilai koefisien
korelasi yang memenuhi persyaratan adalah lebih besar dari 0.9970 (ICH, 1995).
Linearitas juga dapat diketahui dari kemiringan garis, intersep, dan residual
(Ermer & Miller, 2005).
d. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu
metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat
dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree
of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang
ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya,
dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan
lain yang ditambahkan. Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil
uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak
dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis
sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak
diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti
kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry.
Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas
(Riyadi, 2009)
e. Batas Deteksi dan Batas
Kuantisasi
Limit deteksi (LD) merupakan jumlah atau
konsentrasi terkecil analit dalam contoh yang dapat dideteksi, namun tidak
perlu diukur sesuai dengan nilai sebenarnya. Limit kuantitasi (LK) adalah
jumlah analit terkecil dalam contoh yang dapat ditentukan secara kuantitatif
pada tingkat ketelitian dan ketepatan yang baik. Limit kuantitasi merupakan
parameter pengujian kuantitatif untuk konsentrasi analit yang rendah dalam
matriks yang kompleks dan digunakan untuk menentukan adanya pengotor atau
degradasi produk (ICH 1995). Limit deteksi dan limit kuantitasi dihitung dari
rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep kurva standar yang diperoleh.
Penentuan batas deteksi suatu metode
berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau
tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan
dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada
analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko
beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah
ini dapat digunakan untuk perhitungan:
f. Ketangguhan metode
(rugged-ness)
Ketangguhan metode adalah derajat
ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam
berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan
pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai
tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji.
Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal
antara lab dan antar analis.
Ketangguhan metode ditentukan dengan
menganalisis beningan suatu sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh
analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan
yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat
ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel
penentuan (Harmita, 2004).
g. Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode
perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi
respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang
dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak
dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2
unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2 - 3° C). Perubahan lainnya dapat
dilakukan bila sesuai dengan laboratorium. Identifikasi sekurang-kurangnya 3
faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah. Faktor
orisinal ini dapat diidentifikasi sebagai A, B, dan C. Perubahan nilai
faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan a, b, dan c. Lakukan analisis
pada kondisi yang telah disebutkan pada pemeriksaan ketangguhan (Harmita,
2004).
C.
Kesimpulan
1. Validasi
metode analisis adalah suatu proses penilaian terhadap metode analisis tertentu
berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut
memenuhi persyaratan untuk digunakan.
2. Parameter
unjuk kerja pengujian antara lain adalah presisi (keseksamaan), akurasi
(kecermatan), spesifisitas, batas deteksi dan batas kuantisasi, linearitas dan
rentang, kekuatan dan ketangguhan.
DAFTAR PUSTAKA
Chan, C.C. Lam, Herman. Lee, Y.C. and
Zhang, Xue-Ming. 2004. Analytical Method Validation and Instrument Performance Verification. Canada: John Wiley & Sons.
Ermer, J. H. and Miller, McB. 2005.
Method Validation in Pharmaceutical Analysis. A Guide to Best Practice.
Weinheim: Wiley-Vch. Verlag Gmb H&Co.
Gandjar, G. I & Rohman, A. 2007.
Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Harmita. 2004. Petunjuk
Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian
Vol. 1, No. 3.
International Conference on
Harmonization. 2005. Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology
Q2((R1). Tersedia di http://www.ich.org.[diakses tanggal 06 Mei 2014].
Riyadi, Wahyu. 2009. Validasi Metode
Analisis. Tersedia dihhttp://www.chem-is-
try.org/artikel_kimia/kimia_analisis/validasi-metode-analisis/[diakses tanggal
06 Mei 2014].
United States Pharmacopeial
Convention. 2014. The United States Pharmacopeia 37 -National Formulary 32 (USP37-NF32).
37th Edition. Rockville USA: United States Pharmacopeial Convention Inc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa untuk memberikan komentar anda tentang Blog ini, agar Blog ini bisa dibuat lebih baik lagi, Terimah Kasih